√ Ki Hajar Dewantara Dan Pendidikan

Lembaga pendidikan pada umumnya yaitu sarana bagi proses pewarisan maupun transformasi pengetahuan dan nilai-nilai antar generasi. Dari sini sanggup terpahami bahwa pendidikan senantiasa mempunyai muatan ideologis tertentu yang antara lain terekam melalui konstruk filosofis yang mendasarinya.

Sekolah memang bukanlah sesuatu yang netral atau bebas nilai. Sebab tak jarang dan seringkali demikian, pendidikan dianggap sebagai wahana terbaik bagi pewarisan dan pelestarian nilai-nilai yang nyatanya sekedar yang resmi, sedang berlaku dan direstui bahkan wajib diajarkan di semua sekolah dengan satu penafsiran resmi yang seragam pula.

Dinamika sistem pendidikan yang berlangsung di Indonesia dalam banyak sekali kurun kesejarahan akan menguatkan pandangan ini, betapa dunia pendidikan mempunyai keterkaitan sangat akrab dengan kondisi sosial-politik yang tengah dominan.

Ki Hajar Dewantara, pendidik orisinil Indonesia, melihat insan lebih pada sisi kehidupan psikologiknya. Menurutnya insan mempunyai daya jiwa yaitu cipta, karsa dan karya. Pengembangan insan seutuhnya menuntut pengembangan semua daya secara seimbang.

Pengembangan yang terlalu menitikberatkan pada satu daya saja akan menghasilkan ketidakutuhan perkembangan sebagai manusia. Ki Hajar Dewantara mengatakan bahwa pendidikan yang menekankan pada aspek intelektual belaka hanya akan menjauhkan penerima didik dari masyarakatnya. 

Dan ternyata pendidikan hingga kini ini hanya menekankan pada pengembangan daya cipta, dan kurang memperhatikan pengembangan olah rasa dan karsa. Jika berlanjut terus akan menyebabkan insan kurang humanis atau manusiawi.

Dari titik pandang sosio-anthropologis, kekhasan insan yang membedakannya dengan makhluk lain yaitu bahwa insan itu berbudaya, sedangkan makhluk lainnya tidak berbudaya. Maka salah satu cara yang efektif untuk menyebabkan insan lebih manusiawi yaitu dengan membuatkan kebudayaannya.

Persoalannya budaya dalam masyarakat itu berbeda-beda. Dalam problem kebudayaan berlaku pepatah:”Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya.” Manusia akan benar-benar menjadi insan jika ia hidup dalam budayanya sendiri. Manusia yang seutuhnya antara lain dimengerti sebagai insan itu sendiri ditambah dengan budaya masyarakat yang melingkupinya.

Ki Hajar Dewantara sendiri dengan mengubah namanya ingin menunjukkan perubahan sikapnya dalam melakukan pendidikan yaitu dari satria pinandita ke pinandita satria yaitu dari hero yang berwatak guru spiritual ke guru spiritual yang berjiwa ksatria, yang mempersiapkan diri dan penerima didik untuk melindungi bangsa dan negara.

Bagi Ki Hajar Dewantara, para guru hendaknya menjadi pribadi yang bermutu dalam kepribadian dan kerohanian, gres kemudian menyediakan diri untuk menjadi hero dan juga menyiapkan para penerima didik untuk menjadi pembela nusa dan bangsa. Dengan kata lain, yang diutamakan sebagai pendidik pertama-tama yaitu fungsinya sebagai model atau figure keteladanan, gres kemudian sebagai fasilitator atau pengajar.



Oleh lantaran itu, nama Hajar Dewantara sendiri mempunyai makna sebagai guru yang mengajarkan kebaikan, keluhuran, keutamaan. Pendidik atau Sang Hajar yaitu seseorang yang mempunyai kelebihan di bidang keagamaan dan keimanan, sekaligus masalah-masalah sosial kemasyarakatan. Modelnya yaitu Kyai Semar (menjadi mediator antara Tuhan dan manusia, mewujudkan kehendak Tuhan di dunia ini). Sebagai pendidik yang merupakan mediator Tuhan maka guru sejati sebetulnya yaitu berwatak pandita juga, yaitu bisa memberikan kehendak Tuhan dan membawa keselamatan.

Manusia merdeka yaitu tujuan pendidikan Taman Siswa. Merdeka baik secara fisik, mental dan kerohanian. Namun kemerdekaan pribadi ini dibatasi oleh tertib damainya kehidupan bersama dan ini mendukung sikap-sikap menyerupai keselarasan, kekeluargaan, musyawarah, toleransi, kebersamaan, demokrasi, tanggungjawab dan disiplin. Sedangkan maksud pendirian Taman Siswa yaitu membangun budayanya sendiri, jalan hidup sendiri dengan membuatkan rasa merdeka dalam hati setiap orang melalui media pendidikan yang berlandaskan pada aspek-aspek nasional. Landasan filosofisnya yaitu nasionalistik dan universalistik. Nasionalistik maksudnya yaitu budaya nasional, bangsa yang merdeka dan independen baik secara politis, ekonomis, maupun spiritual. Universal artinya menurut pada aturan alam (natural law), segala sesuatu merupakan perwujudan dari kehendak Tuhan.

Prinsip dasarnya yaitu kemerdekaan, merdeka dari segala kendala cinta, kebahagiaan, keadilan, dan kedamaian tumbuh dalam diri (hati) manusia. Suasana yang diharapkan dalam dunia pendidikan yaitu suasana yang berprinsip pada kekeluargaan, kebaikan hati, empati, cintakasih dan penghargaan terhadap masing-masing anggotanya. Maka hak setiap individu hendaknya dihormati; pendidikan hendaknya membantu penerima didik untuk menjadi merdeka dan independen secara fisik, mental dan spiritual; pendidikan hendaknya tidak hanya membuatkan aspek intelektual alasannya yaitu akan memisahkan dari orang kebanyakan; pendidikan hendaknya memperkaya setiap individu tetapi perbedaan antara masing-masing pribadi harus tetap dipertimbangkan; pendidikan hendaknya memperkuat rasa percaya diri, membuatkan hara diri; setiap orang harus hidup sederhana dan guru hendaknya rela mengorbankan kepentingan-kepentingan pribadinya demi kebahagiaan para penerima didiknya.

Peserta didik yang dihasilkan yaitu penerima didik yang berkepribadian merdeka, sehat fisik, sehat mental, cerdas, menjadi anggota masyarakat yang berguna, dan bertanggung jawab atas kebahagiaan dirinya dan kesejahteraan orang lain. Metode yang yang sesuai dengan sistem pendidikan ini yaitu sistem among yaitu metode pengajaran dan pendidikan yang menurut pada asih, asah dan asuh (care and dedication based on love). Yang dimaksud dengan insan merdeka yaitu seseorang yang bisa berkembang secara utuh dan selaras dari segala aspek kemanusiaannya dan yang bisa menghargai dan menghormati kemanusiaan setiap orang. Oleh lantaran itu bagi Ki Hajar Dewantara pepatah ini sangat sempurna yaitu “educate the head, the heart, and the hand”.

Bangsa ini perlu mewarisi buah pemikirannya perihal tujuan pendidikan yaitu memajukan bangsa secara keseluruhan tanpa membeda-bedakan agama, etnis, suku, budaya, adat, kebiasaan, status ekonomi, status sosial, dan sebagainya, serta harus didasarkan kepada nilai-nilai kemerdekaan yang asasi. Hari lahirnya, diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Ajarannya yang populer ialah tut wuri handayani (di belakang memberi dorongan), ing madya mangun karsa (di tengah membuat peluang untuk berprakarsa), ing ngarsa sungtulada (di depan memberi teladan).

Pengaruh pemikiran pertama dalam pendidikan yaitu dasar kemerdekaan bagi tiap-tiap orang untuk mengatur dirinya sendiri. Bila diterapkan kepada pelaksanaan pengajaran maka hal itu merupakan upaya di dalam mendidik murid-murid agar sanggup berperasaan, berpikiran dan bekerja merdeka demi pencapaian tujuannya dan perlunya kemajuan sejati untuk diperoleh dalam perkembangan kodrati.

Karya Warisan Pertama Ki Hajar Dewantara yaitu Taman Siswa yang menjadi representasi institusi pendidikan pribumi pada masa kolonial dan tetap eksis hingga hari ini. Kedua yaitu tulisan-tulisan Ki Hajar Dewantara dalam bidang pendidikan dan kebudayaan. Tulisan-tulisan itu dikumpulkan dan diterbitkan oleh Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa dalam buku Karya Ki Hadjar Dewantara Bagian I Pendidikan (1962) dan Karya Ki Hadjar Dewantara Bagian II: Kebudayaan (1967).

Belum ada Komentar untuk "√ Ki Hajar Dewantara Dan Pendidikan"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel