√ Landasan Filosofis Pendidikan Nasional


UUD 1945 dan UU Sisdiknas merupakan dasar yang dijadikan sebagai landasan filosofis maupun salah satu prinsip dasar untuk meningkatkan pembangunan di bidang  pendidikan, khusunya untuk di sektor filosofis pemberdayaan insan seutuhnya yaitu dilakukan dengan: pembelajaran sepanjang hayat, pendidikan inklusif, dan pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan. Penjelasan singkat dari masing-masing filosofi pendidikan ialah sebagai berikut: 

1. Pemberdayaan Manusia Seutuhnya 

Paradigma pembangunan insan seutuhnya ialah paradigma pendidikan nasional yang menempatkan insan sebagai subjek. Memberikan perlakuan pada anak sebagai subjek merupakan penghargaan terhadap anak sebagai insan yang utuh, yang mempunyai hak untuk mengaktualisasikan dirinya secara maksimal.

Anak yang sedang mengalami pertumbuhan perlu dididik untuk sanggup membuatkan potensinya. Anak perlu dididik kepribadiannya, dan juga diarahkan untuk sanggup memaksimalkan talentanya, sehingga anak dilarang dijadikan objek. 

Anak tidak lagi dipaksakan untuk menuruti keinginan orangtua, sebaliknya orang renta hanya sebagai fasilitator untuk menolong anak sanggup memperoleh bakat serta minatnya. Ada pembicaraan yang dinamis antara anak dan orang tua, demikian juga murid dan guru. Hal tersebut sanggup menciptakan para tenaga pendidikan menjadi lebih profesional supaya tercapainya pendidikan nasional yang ideal.

Guru sebagai fasilitator tidak bisa berbuat semaunya, sebaliknya ia harus menyiapkan apa yang dibutuhkan anak untuk menemukan bakatnya, serta bagaimana menolongnya supaya bisa memaksimalkan potensi yang ada pada diri masing-masing anak. Bukan hanya pengajaran yang dibutuhkan tetapi juga pendidikan yang melibatkan contoh hidup. 

Peran orang renta menjadi tuntutan utama. Para orangtua harus terus berguru untuk menolong anak, mengaktualisasikan dirinya dalam konteks yang terus berubah. Kesediaan orang renta berkorban dalam membimbing anak menemukan dirinya ialah suatu tuntutan yang tidak mudah.

Sekolah juga harus mengadopsi pendidikan yang telah diterapkan dalam keluarga, yaitu menjadi fasilitator untuk anak menemukan talentanya supaya sanggup memaksimalkan dirinya, serta menolong anak untuk sanggup menjalankan kiprah kemanusiaannya.

Pendidikan kebijaksanaan pekerti menjadi tempat yang strategis dalam pendidikan insan seutuhnya. Walaupun pendidikan insan seutuhnya jauh lebih sulit untuk dilaksanakan dibandingkan pendidikan anak sebagai sumber daya manusia, namun pendidikan dalam paradigma ini menciptakan anak sanggup bertumbuh dengan masuk akal dan bisa mengintegrasikan banyak sekali pengetahuan yang ia miliki. 

2. Pembelajaran Sepanjang Hayat 

Menurut pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dan visi pendidikan nasional menunjuk pada suatu landasan filsafat yang sangat mendalam. Dikatakan di pasal 31 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945  bahwa “setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan”. UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 pasal 5 ayat 5 menyatakan bahwa “setiap warga negara berhak mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat”.

Hal ini sejalan dengan hak asasi insan yaitu bahwa setiap warga negara berhak membuatkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan, dan berhak memperolah manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. 

Pembelajaran sepanjang hayat berawal dari ketika seorang bayi itu dilahirkan dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan bahkan bisa berawal dari sebelum bayi lahir menyerupai yang dilakukan oleh banyak orang dengan memainkan musik dan membaca kepada bayi dalam kandungan dengan cita-cita ia akan bisa mengajar bayi mereka sebelum kelahiran. 

Selanjutnya proses pembelajaran secara aktif diarahkan untuk membuatkan potensi diri anak supaya mempunyai kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, susila mulia, serta keterampilan yang diharapkan dirinya dan masyarakat. Pendidikan mencakup pengajaran keahlian khusus dan juga sesuatu yang tidak sanggup dilihat, tetapi lebih mendalam, yaitu santunan pengetahuan, pertimbangan, dan kebijaksanaan. 

3. Pendidikan Inklusif 

Pemerintah nasional sangat serius dalam menyediakan sarana dan prasarana bagi setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan yang bermutu dan sepanjang hayat, baik bagi warga negara yang berkelainan (cacat), normal, maupun yang mempunyai potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Hal ini juga berlaku bagi anak yang tinggal di perkotaan, perdesaan, maupun di kawasan terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami tragedi alam, tragedi sosial serta tidak bisa dalam segi ekonomi. 

Sejak digulirkannya konsep mainstreaming pada tahun 1984 dalam pendidikan anak berkebutuhan khusus (ABK), ada upaya berpengaruh melaksanakan pendidikan bagi anak berkelainan secara terpadu, bahkan secara inklusif (terpadu penuh) dengan anak normal di sekolah umum atau kejuruan.

Apalagi sehabis ada pernyataan Salamanca pada konferensi dunia perihal pendidikan anak berkebutuhan khusus bulan Juni 1994 (UNESCO, 1994) bahwa prinsip fundamental pendidikan inklusif adalah: selama memungkinkan, semua anak seyogyanya berguru gotong royong tanpa memandang kesulitan ataupun perbedaan yang mungkin ada pada mereka. 

Melalui pendidikan inklusif anak berkebutuhan khusus dididik gotong royong anak lainnya (normal) untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Hal ini dilandasi oleh kenyataan bahwa di dalam masyarakat terdapat anak normal dan anak berkelainan yang tidak sanggup dipisahkan sebagai suatu komunitas. 

Dengan memperhatikan permasalahan di atas maka untuk lima tahun ke depan sambil tetap meningkatkan mutu SLB/Sekolah Khusus dan Layanan Khusus, pemerintah perlu melaksanakan terobosan berupa penyelenggaraan terpadu dan pendidikan inklusif dengan banyak sekali alternatif penempatan anak berkebutuhan khusus pada: 
  1. Kelas reguler tanpa komplemen bimbingan khusus; 
  2. Kelas umum/biasa dengan komplemen bimbingan khusus di dalam kelas;
  3. Kelas umum/biasa dengan komplemen bimbingan khusus di luar kelas;
  4. Kelas khusus dengan kesempatan berada di kelas umum/biasa;
  5. Kelas khusus penuh;
  6. Sekolah khusus;
  7. Sekolah berasrama/panti; atau
  8. Tempat khusus. 
Setiap penyelenggara pendidikan nasional sanggup menentukan alternatif penempatan anak berkebutuhan khusus yang didasarkan pada: 
  1. Jumlah anak berkebutuhan khusus yang akan dilayani;
  2. Jenis kelamin masing-masing anak; 
  3. Gradasi (tingkat) kelainan anak; 
  4. Ketersediaan dan kesiapan tenaga kependidikan, serta 
  5. Sarana dan prasarana yang tersedia. 
  6. Jumlah, kondisi dan situasi anak berkebutuhan khusus (termasuk bawah umur yang memerlukan pendidikan layanan khusus). 
4. Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan 

Pada ketika ini dunia memasuki millennium ketiga. Semua bangsa maju setuju bahwa kiprah peningkatan mutu pendidikan nasional untuk penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan prasyarat (prerequisite) untuk meraih kemakmuran (prosperity) dalam kancah pergaulan internasional.

Oleh alasannya itu fokus pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan yang sekarang dianut oleh banyak negara termasuk Indonesia ialah mengutamakan pembangunan pendidikan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menjaga lingkungan. 

Hasil semua acara nasional ini kemudian sanggup dijadikan modal untuk membangun masyarakat berbasis pengetahuan (knowledge-based society) yang bisa memahami dan mendukung acara dan kiprah ilmuwan selanjutnya.

Dengan demikian lambat laun terbentuklah peradaban berlandaskan pada budaya Iptek, yaitu SDM/masyarakat modern yang kehidupan sehari-harinya mendasarkan segala sesuatu pada fasilitas dan solusi yang disediakan oleh kemajuan Iptek itu.

Efektivitas pendayagunaan sumber daya insan sangat bergantung pada kinerja dan sinergi yang terjadi di dalam sistem jaringan kelembagaan, yang kegiatannya berkaitan dengan penciptaan, pengembangan, penggalian Iptek dan pemanfaatannya dalam perekonomian berbasis pengetahuan.

Oleh alasannya itu penataan semua simpul tadi mempunyai posisi yang sangat strategis dalam kebijakan strategis pembangunan iptek yang dianut untuk menjalin suatu sistem penemuan nasional yang produktif dan efektif. 

Pengetahuan merupakan basis gres bagi kesejahteraan nasional suatu bangsa yang bentuknya ditentukan oleh cara bangsa atau masyarakat itu untuk bisa mewujudkan pengetahuan sebagai landasan sistem perekonomian dan perindustriannya.

Masyarakat kita perlu menyadari bahwa kiprah Iptek dalam pembangunan berkelanjutan akan membawa dampak yang signifikan pada peningkatan produktivitas suatu bangsa dan bisa menumbuhkan penemuan untuk meningkatkan daya saing bangsa pada persaingan global. 

Belum ada Komentar untuk "√ Landasan Filosofis Pendidikan Nasional"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel