√ Pendidikan Indonesia Pada Era Penjajah Bangsa Barat
Belanda juga membawa misi serupa Portugis yaitu berbagi agama Protestan kepada masyarakat setempat. Untuk mewujudkan misi ini, Belanda melanjutkan apa yang dirintis oleh bangsa Portugis dengan mengaktifkan kembali beberapa sekolah berbasis keagamaan dan membangun sekolah gres di beberapa wilayah. Ambon menjadi daerah yang pertama dipilih oleh Belanda dan setiap tahunnya, beberapa penduduk Ambon dikirim ke Belanda untuk dididik menjadi guru. Memasuki tahun 1627, telah terdapat 16 sekolah yang memperlihatkan pendidikan kepada sekitar 1300 siswa.
Setelah mengembangkan pendidikan di Ambon, Belanda memperluas pendidikan di pulau Jawa dengan mendirikan sekolah di Jakarta pada tahun 1617. Berbeda dengan Ambon, tidak diketahui apakah ada calon guru lulusan dari sekolah ini yang dikirim ke Jakarta. Lulusan dari sekolah tersebut dijanjikan bekerja di banyak sekali kantor administratif milik Belanda.
Memasuki kala ke 19, dikala Van den Bosch menjabat Gubernur Jenderal, Belanda menerapkan sistem tanam paksa yang membutuhkan banyak tenaga ahli. Keadaan ini menciptakan Belanda mendirikan 20 sekolah untuk penduduk Indonesia di setiap ibukota karesidenan dimana pelajar hanya boleh berasal dari kalangan bangsawan. Ketika era tanam paksa berakhir dan memasuki masa politik etis, beberapa sekolah Belanda mulai mendapatkan pelajar dari banyak sekali kalangan yang kemudian berubah menjadi berjulukan Sekolah Rakjat.
Pada tamat era kala ke 19 dan awal kala ke 20, Belanda memperkenalkan sistem pendidikan formal bagi masyarakat Indonesia dengan struktur sebagai berikut.
- ELS (Europeesche Lagere School) – Sekolah dasar bagi orang eropa.
- HIS (Hollandsch-Inlandsche School) – Sekolah dasar bagi pribumi.
- MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) – Sekolah menengah.
- AMS (Algeme(e)ne Middelbare School) – Sekolah atas.
- HBS (Hogere Burger School) – Pra-Universitas.
Memasuki kala ke 20, Belanda memperdalam pendidikan di Indonesia dengan mendirikan sejumlah perguruan tinggi tinggi bagi penduduk Indonesia di pulau Jawa. Beberapa perguruan tinggi tinggi tersebut adalah:
- School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA) – Sekolah kedokteran di Batavia.
- Nederland-Indische Artsen School (NIAS) – Sekolah kedokteran di Surabaya.
- Rechts Hoge School – Sekolah aturan di Batavia.
- De Technische Hoges School (THS) – Sekolah teknik di Bandung.
Dalam periode konsolidasi mengenai reaksi-reaksi terhadap pendidikan dan pengajaran kolonial Belanda yaitu:
a. Pergerakan Budi Utomo
Beberapa orang bakir bangsa kita mencicipi betul kemiskinan bangsa kita baik lahir maupun batin, sehingga hal ini menyebabkan jiwa mereka untuk berusaha mempertinggi derajat bangsanya. Pengambil prakarsa ialah almarhum Dr.Wahidin Sudirohusudo. Almarhum berkeliling di Pulau Jawa dan menemui orang-orang terkemuka untuk membicarakan kemungkinan-kemungkinan mengadakan “studiefonds”, yang sanggup memberi kesempatan kepada pemuda-pemuda pelajar melanjutkan pendidikan dan pengajaran yang lebih tinggi dan kelak sanggup bergerak untuk kemajuan bangsanya. Yayasan dan pergerakan Dr.Wahidin Sudirohusudo ini diterima baik oleh siswa-siswa STPOVIA (Sekolah Dokter Jawa), antara lain oleh; Dr. Sutomo, Dr. Gunawan Mangunkusomo, Dr.Dr. Suradji, dll. Perkumpulan ini ddirikan pada tanggal 20 Mei 1908 dalam lingkungan STOVIA, dan diberi nama BUDI UTOMO. Dalam gerakannya BUDI UTOMO selalu memperjuangkan ekspansi pendidikan dan pengajaran bagi masyarakat Indonesia. Tujuan didirikan sekolah-sekolah yaitu untuk menghidupkan rasa kebangsaan, dan kecintaan kepada kebuddayaan sendiri, mempelajari kesenian sendiri, memelihara bahasa sendiri, mempelajari kesusastraan sendiri, dan lain sebagainya.
b. Pergerakan Muhammadiyah
Pendiri atau Bapak pimpinan Muhammadiyah ialah; Bapak Kyai Ahmad Dahlan (1868-1925). Cita-cita Kyai Haji Ahmad Dahlan sebagai seorang ulama yaitu tegas, ialah hendak memperbaiki masyarakat Indonesia berlandaskan harapan agama Islam. Usaha- usahanya ditujukan kepada perbaikan kehidupan rakyat dengan cara memperbaiki hidup beragama. Kaprikornus pergerakan Muhammadiyah menamakan usaha-usahanya kepada perbaikan hidup beragama dengan amal-amal pendidikan dan sosial. Hal ini disebabkan adanya kerusakan-kerusakan kaum muslimin antara lain dalam hal:
- Kerusakan dalam bidang kepercayaan
- Kemunduran dalam bidang pendidikan Islam
- Kebekuan dalam bidang aturan fikhi
- Kemiskinan rakyat dan berkurangnya rasa gotong-royong
Kyai Haji Ahmad Dahlan dengan harapan pendidikan dan pengajarannya yang menurut pedoman agama Islam dan Sunnah, sehingga sanggup membentuk insan Muslim yang bermoral dari pedoman Al-Quran dan Sunnah, dengan pemahaman secara luas, mempunyai individualitas yang bundar dalam arti adanya keseimbangan antara segi-segi rohani dan jasmaninya dan bersikap kasatmata terhadap masalah masyarakatnya.
c. Perguruan Nasional Taman Siswa
Bapak dan pencipta Perguruan Nasional Taman Siswa ini dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889, sebagai putra dari Pangeran Ario Suryaningrat, atau sebagai cucu dari Pakualam III. Kaprikornus Ki Hajar Dewantoro yang nama kecilnya Raden Mas Suwardi Suryaningrat yaitu darah biru dari Yogyakarta (Paku Alam). Meskipun putra seorang bangsawan, tetapi selalu bergaul dengan-anak-anak rakyat jelata.
Dasar pendidikan didirikannya Taman Siswa pada tahun 1922, mempunyai senjata ampuh yang populer dengan istilah “Non-Cooperation” dan “self-help” atau Zelf- bedruipings Systeem”. Non-Cooperation ialah perilaku menolak kolaborasi dengan pemerintah kolonial Belanda. Self-help atau Zelf-bedruipings Systeem ialah sistem bersandar kepada kemampuan diri sendiri, atau sistem membiayai diri sendiri dalam mengemudikan Pendidikan Taman Siswa, yang menuju kepada pembangunan perekonomian rakyat yang menurut kooperasi serta pendidikan rakyat yang menurut kebangsaan.
Belum ada Komentar untuk "√ Pendidikan Indonesia Pada Era Penjajah Bangsa Barat"
Posting Komentar