√ 4 Jenis Reliabilitas
Reliabilitas alat ukur ialah ketetapan atau keajegan alat tersebut dalam mengukur apa yang diukurnya. Artinya, kapan pun alat ukur tersebut dipakai akan memperlihatkan hasil ukur yang sama. Contoh paling kasatmata ialah timbangan atau meteran. Hal yang sama terjadi untuk alat ukur suatu gejala, tingkah laku, ciri atau sifat individu dan lain‑lain. Misalnya alat ukur prestasi berguru menyerupai tes hasil belajar, alat ukur sikap, kuesioner dan lain‑lain, hendaknya meneliti sifat keajegan tersebut.
Tes hasil berguru dikatakan ajeg apabila hasil pengukuran dikala ini memperlihatkan kesamaan hasil pada dikala yang berlainan waktunya, terhadap siswa yang sama. Misalnya siswa kelas V pada hari ini di tes kemampuan matematik. Minggu berikutnya siswa tersebut di tes kembali. Hasil dari kedua tes relatif sama. Sungguhpun demikian masih mungkin terjadi ada perbedaan hasil untuk hal‑hal tertentu akhir faktor kebetulan, selang waktu, terjadinya perubahan pandangan siswa terhadap soal yang sama. Jika ini terjadi, kelemahan terletak dalam alat ukur itu, yang tidak mempunyai kepastian tanggapan atau mewaspadai siswa. Dengan kata lain derajat reliabilitasnya masih rendah.
Di lain pihak perbedaan hasil pengukuran bukan disebabkan oleh alat ukurnya, melainkan kondisi yang terjadi pada diri siswa. Misalnya fisik siswa dalam keadaan sakit pada waktu tes yang pertama, motivasi pada waktu tes pertama berbeda dengan motivasi tes pada berikutnya.
Atas dasar itu perbedaan hasil pengukuran pertama dengan hasil pengukuran berikutnya bisa teijadi akhir perubahan pada diri subjek yang diukur dan atau oleh faktor yang berkaitan dengan sumbangan tes itu sendiri. Hal ini tidak mengherankan dan sudah umum terjadi, yang sering dinyatakan dengan sebutan/istilah kesalahan pengukuran. Ini berarti, skor hasil pengukuran yang pertama dan skor hasil pengukuran kedua terhadap subjek sama, dimungkinkan terjadinya kesalahan pengukuran disebabkan oleh dua faktor di atas. Oleh karenanya setiap skor hasil pengukuran menghasilkan dua bagian, yakni hasil pengukuran pertama yang disebut skor sejati dan hasil pengukuran berikutnya terhadap subjek yang sama, yang mengandung hasil skor plus kesalahan pengukuran.Komponen skor sejati dan skor yang mengandung kesalahan pengukuran dinyatakan dalam suatu persamaan matematis sebagai berikut:
X =b + s,
dengan:
X = skor yang diamati
b = skor sejati
s = kesalahan pengukuran
Dalam suatu penelitian skor yang diamati ialah skor sejati ditambah skor kesalahan pengukuran sehingga variansi skor yang diamati X2 adalah variansi skor sejati Tb2 ditambah variansi skor kesalahan Ts2 atau Tx2 = Tb2 + Ts2.
Indeks reliabilitas alat ukur dalam suatu penelitian sanggup dicari dengan mengkorelasikan skor‑skor yang diperoleh dari hasil pengukuran yang berulang‑ulang pada waktu yang berbeda, atau dengan kelompok pertanyaan yang sepadan. Prosedur ini dilakukan dengan cara memperlihatkan tes dua kali kepada subjek yang sama pada waktu yang berbeda. Cara kedua ialah membagi alat ukur (tes) menjadi dua potongan yang sama atau yang setarap untuk melihat keajegan tes tersebut. Cara yang pertama dikenal dengan tes ulang (test retest) dan cara kedua dikenal dengan pecahan sebanding/setara.
a. Reliabilitas tes ulang
Tes ulang (test‑retest) ialah penggunaan alat ukur terhadap subjek yang diukur, dilakukan dua kali dalam waktu yang berlainan. Misalnya tes hasil berguru matematika untuk siswa SD kelas V, diberikan hari ini, kemudian diperiksa hasilnya. Seminggu kemudian tes tersebut diberikan lagi pada siswa yang sama dan karenanya diperiksa. Hasil pengukuran yang pertama kemudian dikorelasikan dengan hasil pengukuran yang kedua untuk mendapat koefisien korelasinya (r). Koefisien hubungan ini disebut koefisien reliabilitas tes ulang, yang karenanya akan bergerak dari ‑ 1,0 hingga + 1,0. Bila koefisien reliabilitas mendekati angka 1,0 merupakan indeks reliabilitas tinggi. Artinya hasil pengukuran yang pertama relatif sama dengan hasil pengukuran yang kedua. Dengan kata lain alat ukur tersebut mempunyai tingkat keajegan atau ketetapan (reliabel). Untuk pengukuran ilmu‑ilmu sosial dan pendidikan indeks reliabilitas 0,75 sudah dianggap cukup mengingat sifat dan ilmu sosial dan pendidikan berbeda dengan ilmu‑ilmu eksakta.
Jarak atau selang waktu antara pengukuran pertama dengan pengukuran kedua sebaiknya tidak terlalu bersahabat dan juga tidak terlalu jauh. Jika terlalu dekat/pendek, hasil pengukuran banyak dipengaruhi oleh ingatan siswa perihal tanggapan yang diberikan pada pengukuran yang pertama, bukan lantaran keajegan alat ukurnya. Sebaliknya bila selang waktu pengukuran pertama dengan pengukuran kedua terlalu lama, bisa terjadi adanya perubahan pengetahuan dan pengalaman siswa sehingga mensugesti koefesien reliabilitasnya. Asumsi yang dipakai dalam tes ulang ialah karakteristik yang diukur oleh alat ukur tersebut stabil sepanjang waktu, sehingga bila ada perubahan skor hasil kedua pengukuran lebih disebabkan kesalahan alat ukur. Cara tes ulang (test‑retest) banyak digunakan dalam menetapkan atau memilih tingkat reliabilitas alat ukur dalam penelitian sosial dan pendidikan.
b. Reliabilitas pecahan setara
Reliabilitas bentuk pecahan setara tidak dilakukan pengulangan pengukuran kepada subjek yang sama tetapi memakai hasil dari bentuk tes yang sebanding atau setara yang diberikan kepada subjek yang sama pada waktu yang sama pula. Dengan demikian diharapkan dua perangkat alat ukur yang disusun sedemikian rupa biar mempunyai derajat kesamaan atau kesetaraan baik dari segi, isi, tingkat kesukaran alat ukur, abilitas yang diukur, jumlah pertanyaan, bentuk pertanyaan dan segi‑segi teknis lainnya. Yang berbeda hanyalah pertanyaan. Bila penyusun kesetaraan alat ukur bisa dicapai seoptimal mungkin maka koefisien reliabilitas dari mekanisme ini dianggap paling baik dibandingkan dengan mekanisme tes ulang. Namun kesulitannya terletak dalam menyusun perangkat alat ukur yang benar‑benar mengandung derajat kesetaraan tinggi.
c. Reliabilitas belah dua
Reliabilitas belah dua menyerupai dengan reliabilitas pecahan setara terutama dari pelaksanaannya. Dalam mekanisme ini alat ukur diberikan kepada kelompok subjek cukup satu kali atau satu saat. Butir‑butir soal dibagi dua potongan yang sebanding, biasanya membedakan soal nomor genap dengan soal nomor ganjil. Setiap potongan soal diperiksa hasilnya, kemudian skor dari kedua potongan tersebut dikorelasikan untuk dicari koefisien korelasinya. Mengingat hubungan tersebut hanya berlaku separuh tidak untuk seluruh pertanyaan, maka koefisien hubungan yang didapatkannya tidak untuk seluruh soal, tapi hanya separuhnya. Oleh alasannya ialah itu koefisien hubungan belah dua perlu diubah ke dalam koefisien hubungan untuk seluruh soal dengan memakai rumus ramalan Spearmen Brown:
Dari teladan di atas terjadi peningkatan koefisien korelasinya, sehabis dilakukan pengubahan. Assumsi yang dipakai dalam mekanisme belah dua ialah kedua potongan alat ukur itu pararel, sekalipun sering keliru atau tidak benar. Akibat adanya pengubahan koefisien reliabilitas, mekanisme belah dua cenderung memperlihatkan koefisien reliabilitas yang tinggi daripada mekanisme tes ulang dan pecahan setara. Oleh alasannya ialah itu penggunaan belah dua harus lebih berhati‑hati. Prosedur ini dipakai bila alat ukur mengandung atau terdiri dari banyak item, item relatif berat/sukar (power test), materi yang diuji cukup komprehensif sehingga memungkinkan penyusunan dua soal untuk satu permasalahan yang sama untuk memenuhi belah dua.
d. Kesamaan rasional
Di samping cara‑cara yang dijelaskan di atas ada mekanisme menghitung reliabilitas tanpa melaksanakan hubungan dari dua pengukuran atau pecahan setara dan belah dua. Cara tersebut ialah kesamaan rasional. Prosedur ini dilakukan dengan menghubungkan setiap butir dalam satu tes dengan butir‑butir lainnya dan dengan tes itu sendiri secara keseluruhan. Salah satu cara yang sering dipakai ialah memakai rumus Kuder-Rechardson atau KR 21.
Rumusnya:
rxx = reliabilitas tes secara keseluruhan
K = jumlah butir soal dalam tes
s2 = variasi skor
X = mean skor
Misalnya disusun tes sebanyak 80 soal. Setelah diberikan kepada sejumlah siswa dalam kelas tertentu, kemudian dicari nilai rata‑rata dan simpangan bakunya. Misalnya diperoleh nilai rata‑rata 60 dan simpangan bakunya 8. Dengan rumus di atas maka:
Uraian ukuran reliabilitas yang telah dijelaskan di atas sanggup dipertimbangkan oleh peneliti, cara mana yang paling sempurna dipakai bergantung pada peneliti. Pertimbangan tersebut, antara lain sifat variabel yang diukur, jenis alat ukur, jumlah subjek yang diukur, serta hasil‑hasil pengukuran yang diharapkan sesuai dengan tujuan penelitian.
Belum ada Komentar untuk "√ 4 Jenis Reliabilitas"
Posting Komentar